Oktober 4, 2025

JAKARTA – Buserbhayangkaratv.COM
Polemik dualisme kepengurusan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) kian memanas. Wakil Ketua Umum SOKSI, Riko Heryanto, ST, MM, melancarkan kritik keras terhadap Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, yang dianggap telah membiarkan terjadinya “pencurian legalitas” organisasi yang berdiri sejak 1960 itu.

Dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat malam (3/10/2025), politisi Partai Golkar tersebut menilai sikap Menkum mencerminkan bobroknya kepastian hukum di Indonesia.

“Kami berani menyatakan ini berdasarkan fakta hukum yang tak terbantahkan. SOKSI di bawah kepemimpinan Ir. Ali Wongso adalah ormas yang sah secara hukum, tetapi legalitasnya justru dimainkan,” tegas Riko.

Riko menuturkan, SOKSI sebagai ormas berbadan hukum telah mendapat pengesahan dari pemerintah sejak 2016, diperbarui pada 2018, dan terakhir diperkuat melalui Keputusan Menkum Nomor AHU-0000578.AH.01.08 Tahun 2023. Legalitas ini lahir dari hasil Munas XI SOKSI yang digelar Desember 2022.

Namun, polemik bermula ketika Kemenkum melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) pada 18 Desember 2023 memblokir akses elektronik SABH (Sistem Administrasi Badan Hukum) atas permintaan resmi Ketua Umum SOKSI, Ali Wongso. Menurut regulasi, akses tersebut hanya dapat dibuka kembali apabila diminta langsung oleh pemilik legalitas, yakni Ali Wongso.

“Fakta hukumnya jelas. Jika Ketum SOKSI tidak meminta, akses itu tidak bisa dibuka. Tapi anehnya, pada 2 September 2025, justru keluar Kepmenkum AHU-0001556.AH.01.08 Tahun 2025 yang menyetujui perubahan perkumpulan SOKSI dengan Ketua Umum baru, Mukhamad Misbakhun. Ini jelas cacat hukum,” ujar Riko.

Riko mempertanyakan logika hukum yang dipakai pemerintah. Ia menyinggung status “DEPINAS SOKSI” yang memiliki legalitas berbeda, yakni Kepmenkum Nomor AHU-0011285.AH.01.07 Tahun 2020.

“Bagaimana mungkin Munas I DEPINAS SOKSI tahun 2025 tiba-tiba diubah menjadi Munas XII SOKSI? Itu manipulasi terang-terangan dan melanggar AD/ART serta UU Ormas, khususnya pasal 59 yang melarang penggunaan nama ormas lain,” paparnya.

Ia menegaskan, SOKSI dan DEPINAS SOKSI adalah dua entitas berbeda yang sama-sama disahkan pemerintah, sehingga tidak bisa dicampuradukkan sebagai konflik internal.

Lebih jauh, Riko juga meluruskan hubungan SOKSI dengan Partai Golkar. Ia menegaskan bahwa meskipun SOKSI adalah salah satu organisasi pendiri Golkar pada 1964, keberadaannya bersifat mandiri dan otonom.

“Golkar tidak punya kewenangan struktural atas SOKSI. Jadi, sekalipun Menkum menerima surat rekomendasi dari Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, itu tidak relevan. Rujukan yang sah hanyalah UU Ormas, Permenkum, Kepmenkum, dan AD/ART SOKSI yang disahkan pada 2023,” jelasnya.

Atas keluarnya Kepmenkum September 2025 tersebut, SOKSI pimpinan Ali Wongso telah melayangkan surat protes resmi, somasi, hingga menggelar aksi unjuk rasa damai pada 16 September dan 2 Oktober 2025. Namun, hingga kini belum ada respons dari Menkum Supratman Andi Agtas.

“Diamnya pemerintah sangat disayangkan. Ini bukan hanya soal SOKSI, tetapi menyangkut kepastian hukum dan konsistensi visi-misi Presiden Prabowo yang menjanjikan pelayanan cepat dan berpihak pada rakyat,” kata Riko.

Meski melayangkan kritik tajam, Riko masih menyimpan harapan agar pemerintah segera memperbaiki keadaan. Ia meminta Menkumham meninjau ulang keputusannya dan mengembalikan legalitas SOKSI kepada kepengurusan sah di bawah Ali Wongso.

“Kami berharap Menkum segera berinisiatif merevisi keputusan itu. Mukhamad Misbakhun dan jajarannya silakan melanjutkan jalur hukum yang mereka punya melalui DEPINAS SOKSI. Tapi jangan rampas legalitas SOKSI yang sah,” pungkas alumnus Fakultas Teknik Universitas Indonesia itu.(RED)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *