Mei 15, 2025

PONTIANAK, Jum’at, 18 April 2025 —Sebuah kasus dugaan pemalsuan dokumen oleh seorang suami bersama istri gelapnya, yang berimbas pada perampasan hak seorang ibu rumah tangga, kini menyeret nama oknum polisi dari Polsek Marau, Ketapang, Kalimantan Barat.

Korban, Ibu Astia, mengaku menjadi korban ketidakadilan setelah kendaraannya disita oleh debt collector tanpa proses hukum yang jelas. Yang lebih mengejutkan, Kapolsek Marau diduga tidak bertindak sebagai penengah, melainkan justru memfasilitasi penyerahan kendaraan tersebut kepada pihak leasing langkah yang dinilai melanggar prosedur standar kepolisian. 

Menurut pengakuan Astia, mobil yang ia milik telah lunas dibayar. Namun, suaminya, Nurdin, diduga memalsukan tanda tangannya untuk mengagunkan kendaraan tersebut ke leasing bersama wanita lain. Ketika debt collector datang, Astia meminta bantuan saudaranya yakni Manurung, kemudian Manurung selaku saudara Astia meminta bantuan ke pihak Polsek Marau untuk mengamankan mobilnya sementara waktu, guna menghindari penyitaan sepihak. 

Namun, alih-alih melindungi hak Astia, Kapolsek Marau justru membawa kendaraan tersebut dan menyerahkannya ke leasing tanpa klarifikasi lebih dulu.

“Saya merasa dikhianati. Tanda tangan saya dipalsukan, tapi polisi malah memutuskan menyerahkan mobil ke leasing tanpa memeriksa kebenaran dokumen,” ujar Astia dengan nada kecewa. 

Ia menambahkan, Kapolsek Marau bahkan menyatakan bahwa “kami (Astia dan anak-anaknya) tidak punya hak”, sebuah pernyataan yang membuatnya terpukul. “Saya hanya ingin keadilan. Mobil itu hak saya dan anak-anak,” tegasnya. 

Kapolsek Marau Dinilai Melanggar SOP dan Kode Etik Polri. Saat dikonfirmasi, Kapolsek Marau, Iptu MN, menyatakan bahwa “masalah sudah selesai melalui mediasi”katanya.

Namun, ketika ditanya lebih lanjut tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian dalam penanganan kasus ini, ia justru berkelit dan hanya menekankan bahwa “sudah ada perdamaian”. 

Padahal, menurut UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dan Perkap No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, polisi wajib bersikap netral dan melindungi masyarakat bukan mengambil keputusan sepihak yang merugikan salah satu pihak.

Hal itu menuai tanggapan Aktivis Sosial Marjuddin Nazwar menyamaikan bahwa,
“Tindakan Kapolsek Marau ini patut dipertanyakan. Mengapa tidak memediasi dengan adil? Ada apa di balik ini?”tanya seorang pengamat hukum. 

Astia sendiri membantah klaim perdamaian tersebut. Tidak ada mediasi yang fair. Saya merasa ada kepentingan lain di balik ini,”ungkapnya. 

Tak terima dengan ketidakadilan ini, Astia telah melaporkan dugaan pelanggaran kode etik tersebut ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kalbar dengan nomor laporan B/222/IV/HUK.12./2025/Bidpropam. Laporan ini juga merujuk pada Surat Perintah Kabid Propam Polda Kalbar No. Sprin/9/IV/WAS.2.1./2025 tanggal 14 April 2025, yang memerintahkan pemeriksaan lebih lanjut. 

Pihaknya, juga meminta pihak berwenang bertanggung jawab, Tuntutan Transparansi dan Pertanggungjawaban Kasus ini memunculkan pertanyaan serius, “Mengapa Kapolsek Marau tidak memediasi dengan adil?, Apakah ada kolusi dengan pihak leasing atau pihak lain?, Bagaimana proses verifikasi dokumen sebelum mobil diserahkan?”,Jelas Marjuddin saat dihubungi wartawan.

Lebih lanjut Marjuddin Masyarakat lain menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Polres Ketapang dan Polda Kalbar. Jika terbukti melanggar, oknum yang terlibat harus diproses sesuai hukum. 

“Kami meminta Propam bertindak tegas. Jangan sampai aparat yang seharusnya melindungi justru menjadi bagian eksekutor jalanan dari ketidakadilan,” tegas Marjuddin Nazwar, yang berharap kasusnya segera diselesaikan dengan benar. 

(Tim/Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *