Desember 10, 2024

Sumatera Utara,BUSER BHAYANGKARA.COM

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak segera melakukan pemeriksaan terhadap aktivitas korporasi yang melakukan pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Dusun V, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara (Sumatera Utara), juga terhadap korporasi yang membeli hasil pertambangan tersebut, PT JSI, dijadikan bahan baku produksi keramik.

Pasalnya, kuat dugaan akibat pertambangan tersebut merusak kawasan hutan, kawasan daerah aliran sungai, dan kelestarian lingkungan, juga diduga merugikan pendapatan negara (PNBP), yang berasal dari pemanfaatan kawasan hutan.

Faktanya, bekas galian tambang yang sudah mirip danau buatan, sampai saat ini belum dilakukan reklamasi dan pasca tambang, meski sudah bertahun-tahun beberapa lokasi ditinggalkan. Senin (5/8/2024).

“Kita duga kuat lokasi pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara itu beraktivitas di luar wilayah IPPKH (izin pinjam pakai kawasan hutan), hingga dilaporkan warga karena diduga mencuri pasir dan merusak lahan warga tersebut. Kita bisa tunjukkan plank Dinas LHK Sumut berdiri tak jauh dari lokasi tambang,” kata Ketua Umum DPP LSM BERKOORDINASI, M. Nazwar didampingi P. Witomo.

“Baru-baru ini kan jelas, ramai pemberitaan media lokal dan nasional, ada warga yang melapor ke Polda Sumut soal pasir kuarsa di tanahnya di Desa Gambus Laut sekitar 4 hektar diduga dicuri korporasi, dirusak. Ada dua korporasi itu yang dilaporkan, terutama bos korporasi yang membeli, infonya sedang status dijemput paksa oleh Polda Sumu. Itu kami nilai sudah jelas bisa dijadikan dasar adanya pertambangan di luar izin, ini harus diperiksa semua sama BPK, terutama oknum -oknum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumut,” sambung Marjuddin.

Lebih lanjut, “Pihak BPK tidak susah bila ingin mencari tahu nama perusahaan, jenis pelanggaran, lokasi, dan luasan wilayah yang dilanggar si korporasi, sebab itu memang tupoksi mereka, berkaitan dengan dugaan kerugian pendapatan negara.

Lalu, BPK kita minta merekomendasikan hasil pemeriksaannya kepada aparat hukum, Polri, Kejaksaan maupun KPK. Dalam kasus ini sebaiknya tingkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang turun tangan, kita miris melihat kinerja aparatur di Sumut,” tutup M. Nazwar.

Akan Dilapor Juga ke PPATK

Pengusaha CJF dari korporasi diduga sebagai penikmat utama hasil pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara -Sumut tersebut sesuai informasi dari sumber layak dipercaya diduga melakukan transfer ke luar Indonesia melalui money changer atau usaha penukaran valuta asing bukan bank dengan jumlah mencapai ratusan miliar jika dirupiahkan dalam satu kali transaksi.

Transaksi melalui transfer jutaan dolar AS itu disebut lagi diduga tanpa adanya pelaporan ke PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), sebagai lembaga sentral yang mengatur upaya dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Diketahui, berdasarkan Pasal 23 UU TPPU, PJK (Penyedia Jasa Keuangan), diwajibkan menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK meliputi: Transaksi Keuangan Mencurigakan atau TKM, Transaksi Keuangan Tunai atau TKT, Transaksi Keuangan Transfer Dana Dari dan Ke Luar Negeri atau TKL

Terkait seluruh informasi tersebut, Ketua Umum DPP LSM BERKOORDINASI M. Nazwar tetap didampingi P. Witomo menegaskan,

“Ada berbagai sarana yang mudah telah disiapkan PPATK dalam melaporkan bila PJK menemukan adanya dugaan transaksi keuangan mencurigakan. Jadi sulit diterima akal bila PJK tidak tahu itu,”

“Terjadinya dugaan TPPU melalui Transaksi Keuangan Transfer Dana Dari dan Ke Luar Negeri atau TKL, pasti lah atas kerjasama beberapa pihak,”

“Dari itu, PPATK sebagai institusi memiliki wewenang untuk mendapatkan informasi mengenai laporan transaksi keuangan, apalagi yang mencurigakan, kita minta PPATK segera mengidentifikasi, tindak-lanjuti informasi ini dengan serius,”

“Gandeng APH mendalami dugaan TPPU, berikan sanksi tegas terhadap Penyedia Jasa Keuangan atau PJK bila terbukti terlibat,” kata M. Nazwar, menambahkan tidak tertutup kemungkinan pihaknya juga akan menjadi pelapor dengan beberapa elemen masyarakat lainnya.

Masih banyak lagi informasi -informasi yang lebih jauh telah dikantongi wartawan, seperti transaksi transfer oleh bos korporasi CJF diduga masih berlangsung hingga saat ini.

Diketahui dari berbagai sumber layak dipercaya, korporasi PT JSI diduga banyak bermasalah dengan hukum dan aturan. Seperti dalam persoalan setoran pajaknya kepada Negara, diduga dilakukan dengan memanipulasi faktur. Artinya memperkecil nilai transaksi jual beli perusahaan itu dari nilai yang seharusnya dilaporkan, disetorkan kepada Negara melalui Ditjen Pajak.

Disebut-sebut lagi, hasil pemeriksaan Ditjen Pajak tahun 2016 terhadap korporasi itu, diduga Rp650 miliar menjadi nilai dalam penyidikan pihak Pajak dalam kasus tindak pidana korporasi tersebut dan hingga saat ini diduga belum dapat diambil kembali seluruhnya untuk menjadi hak Negara.

Dan jumlah Rp 650 miliar itu, diduga hanya hasil pemeriksaan laporan pajak tahun 2016 yang berhasil ditemukan Ditjen Pajak, sedangkan untuk periode tahun 2017, 2018, 2019 (Januari – Desember), hingga tahun 2023, sesuai informasi didapat, belum diperiksa Ditjen Pajak.

Sehingga demikian, seluruh informasi tersebut, secepatnya akan dikonfirmasi lagi kepada pihak- yang bersangkutan.

Diketahui, korporasi tersebut dilaporkan warga bernama Sunani didampingi Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Mediator ke Polda Sumut dengan bukti laporan Nomor : STTLP/B/82/1/2024/SPKT/POLDA SUMUT dan ke Kejaksaan Tinggi Sumut.

Lalu kemudian, dua ekscavator yang dipakai melakukan aktivitas pertambangan di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara itu diamankan Polda Sumut.

Ditanya wartawan ke Dr Darmawan Yusuf, dalam penanganan kasus itu diduga hanya akan menumbalkan sebatas pekerja lapangan?

Dr Darmawan Yusuf mengatakan, “Mana bisa perusahaan hanya buang badan ke karyawannya. Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability. Apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan,”

“Dengan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.” terang pria yang dikenal rajin memberikan edukasi hukum kepada masyarakat melalui berbagai saluran media sosialnya.

Bahkan terbaru, di awal Agustus ini, untuk memperjuangkan keadilan, anak Sunani bernama Adrian Sunjaya dan elemen masyarakat membuat laporan pengaduan langsung ke Kapolri, Bareskrim Polri dan ke Kejagung RI di Jakarta.

Dan laporan pengaduan tersebut diterima dengan bukti surat tanda terima. Sedangkan kepada KPK, melalui petugas disana, diketahui, sedang berproses.

Masih terkait kasus korporasi tersebut, Polda Sumut juga didesak sejumlah wartawan agar cepat memeriksa inisial HS yang mereka laporkan atas dugaan menghalangi bahkan diduga melecehkan profesi wartawan.

Laporan pengaduan para wartawan itu tertuang dalam Nomor LP/B/9##/VII/2024/SPKT/Polda Sumatera Utara dan LP/B/9##/VII/2024/SPKT/Polda Sumatera Utara, salah satunya diketahui atas dugaan tindak pidana kejahatan Pers sesuai Undang Undang Nomor 40 Tahun1999 Tentang Pers sebagaimana dimaksud Pasal 18 Jo Pasal 29 Undang Undang ITE dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

“Kondisi seperti ini sangatlah meresahkan di kalangan pers Sumut, apalagi di saat masih panasnya pembakaran -pembakaran rumah wartawan, sampai seperti di Tanah Karo keluarga korban (wartawan) juga tewas,” kata RS, seorang wartawan senior yang sudah UKW Utama.

Di tempat terpisah, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi yang dikonfirmasi terkait laporan para wartawan tersebut menegaskan, terimakasih atas informasinya, silahkan dibuat laporannya. (tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *